Profil Karungan

Menuju Karungan Menjadi Desa Yang Hebat, Mandiri, Dan Sejahtera

Sejarah Desa Karungan

Sejarah Desa Karungan SrAgen

Ketika kolonial Belanda secara besar-besaran berusaha menumpas perlawanan dari Pangeran Dipnonegoro beserta para pengikutnya, dikisahkan Nyi Ageng Serang sebagai salah satu penasihat perang Pangerang Diponegoro bersembunyi di kampung Krajan yang berada di pinggiran sungai Bengawan Solo.

Mempelajari sejarah membantu kita memahami asal-usul, menghargai perjuangan masa lalu, menghindari kesalahan yang sama, serta membentuk identitas dan wawasan kritis terhadap perkembangan zaman dan masyarakat.

Raden Ajeng Retno Kursiah Edi

Kampung Krajan adalah sebuah tempat persembunyian dari kisah perjuangan Raden Ayu Serang yang memiliki nama kecil Raden Ajeng Retno Kursiah Edi. Tercatat dalam sejarah Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiah Wulaningsih Retno Edi (Serang, Purwodadi, Jawa Tengah 1752 – Yogyakarta, 1828). Beliau adalah anak Pangeran Natapraja yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang sekarang wilayah perbatasan Grobogan-Sragen.

Nyi Ageng Serang tercatat masih keturunan Sunan Kalijaga. Ayahnya adalah Pangeran Ronggo seda Jajar yang dijuluki Panembahan Senopati Notoprojo. Pangeran Notoprojo menguasai wilayah terpencil dari Kerajaan Mataram tepatnya di wilayah Serang yang sekarang berada di wilayah perbatasan Grobogan-Sragen. Nyi Ageng Serang adalah seorang pejuang wanita yang maju ke medan pertempuran melawan pasukan penjajah dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825 – 1830. Dalam berbagai pertempuran yang dipimpin oleh Nyi Ageng Serang dan cucunya Raden Mas Papak selalu dapat mengalahkan Belanda, dengan taktiknya yang terkenal kamuflase daun lumbu (daun keladi).

Pada awal Perang Diponegoro pada tahun 1825, Nyi Ageng Serang yang berusia 73 tahun memimpin pasukan dengan tandu untuk membantu Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Tidak hanya turut berperang, ia juga menjadi penasihat perang. Nyi Ageng Serang berjuang di beberapa daerah, seperti Purwodadi, Demak, Semarang, Juwana, Kudus, dan Rembang.

Ketika kolonial Belanda secara besar-besaran berusaha menumpas perlawanan dari Pangeran Dipnonegoro beserta para pengikutnya, dikisahkan Nyi Ageng Serang sebagai salah satu penasihat perang Pangerang Diponegoro bersembunyi di kampung Krajan yang berada di pinggiran sungai Bengawan Solo. Selanjutnya Nyi Ageng Serang membangun sebuah pendopo dan bermukim di kampung tersebut untuk kurun waktu yang cukup lama bersama para pengikutnya yang setia menemani perjuangan melawan penjajahan Belanda.

Masyarakat di sekitarnya diajari cara bercocok tanam padi dan membuka lahan berupa “oro-oro” dirubah menjadi persawahan oleh Nyi Ageng Serang beserta pengikutnya. Terdapat 4 (empat) perkampungan pada saat itu yang selanjutnya dikenal dengan nama kampung Karang Galeng, Sawahan, Gayaman dan Kawistu (Pengkol).

Selanjutnya hasil dari panen padi tersebut dikumpulkan di pendopo tempat tinggal Nyi Ageng Serang tersebut disimpan dalam karung yang jumlahnya sangat banyak, berkarung-karung. Kemudian masyarakat setempat menyebut pendopo tersebut dengan nama Karungan yang akhirnya nama tersebut dipakai sebagai nama desa Karungan.

DESA KARUNGAN

Lembaga Kemasyarakatan

Desa Karungan memiliki beberapa lembaga yang berperan dalam pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

( Geser Logo ke kiri / kanan )